Pada tahun 1924, Jerman diguncang oleh sebuah tragedi yang mengerikan. Fritz Heinrich Angerstein, seorang penduduk Limberg, Jerman, terlibat dalam kasus pembunuhan ganda yang sangat sensasional. Dalam aksi kejamnya, ia membunuh keluarganya secara brutal, termasuk staf rumah tangga, dalam sebuah upaya pembunuhan-bunuh diri yang tragis. Ini adalah kisah yang mengguncang hati banyak orang.
Kisah ini berlangsung di Limberg, Jerman, di mana Angerstein dan keluarganya tinggal. Tempat ini menjadi saksi bisu dari tragedi yang mengerikan ini. Kejadian ini terjadi pada tahun 1924, sebuah tahun yang penuh dengan peristiwa bersejarah. Namun, tragedi ini tetap menjadi sorotan utama.
Fritz Heinrich Angerstein adalah tokoh sentral dalam kisah ini. Ia adalah penduduk Limberg yang terlibat dalam pembunuhan keluarganya, termasuk istrinya, ibu mertuanya, dan pelayannya. Angerstein juga mengambil nyawa beberapa orang lainnya, seperti saudara iparnya, pemegang buku, juru tulis, tukang kebun, dan asistennya.
Motif di balik perbuatan kejam Angerstein awalnya tampak samar. Dia mengklaim bahwa mereka diserang oleh perampok, tetapi dengan berjalannya penyelidikan, keraguan mulai muncul. Angerstein tidak dapat memberikan penjelasan yang meyakinkan tentang sejumlah pertanyaan, seperti mengapa senjata pembunuh itu membawa sidik jarinya, atau mengapa tidak ada tanda-tanda perampokan. Alasan sebenarnya mungkin adalah rasa marahnya terhadap perlakuan ibu mertuanya terhadap istrinya yang sakit.
Angerstein terlibat dalam serangkaian tindakan kejam, termasuk pembunuhan brutal dan upaya bunuh diri yang gagal. Ia terlibat dalam aksi tersebut dengan menggunakan senjata yang mematikan.
Ketika penyelidikan berlangsung, muncul bukti yang meyakinkan dalam bentuk optogram, gambar pada retina mata korban. Gambar-gambar ini memainkan peran penting dalam membuktikan tindakan kejam Angerstein, meskipun pada akhirnya dia mengakuinya.
Optogram: Masa Depan atau Sebuah Kehancuran
Ketika tragedi Angerstein menyedot perhatian dunia pada tahun 1924, ini juga membawa sorotan pada konsep optogram, yaitu gambaran terakhir yang mungkin terdapat di mata korban pada saat kematian. Tetapi optogram bukanlah gagasan baru.
Ide optogram pertama kali dikemukakan pada abad ke-17 oleh seorang biarawan Jesuit bernama Christopher Schiener. Namun, baru pada tahun 1840-an, saat fotografi ditemukan, optografi mulai muncul sebagai upaya ilmiah yang serius.
Para ilmuwan menduga bahwa untuk retina mata berperilaku seperti pelat kamera, itu harus mengandung bahan kimia peka cahaya, mirip dengan film perak nitrat pada era daguerreotypes. Pada tahun 1876, ahli fisiologi Jerman, Franz Christian Boll, menemukan protein fotosensitif bernama rhodopsin di sel batang retina, yang berperilaku seperti nitrat pada pelat kamera. Dengan penelitiannya, Boll membuka jalan bagi penelitian lebih lanjut mengenai proses penglihatan.
 |
Ahli fisiologi dan histologi Jerman Franz Christian Boll |
Namun, penelitian Boll terhenti karena kematiannya yang tragis akibat tuberkulosis. Namun, kontribusinya cukup untuk meyakinkan komunitas ilmiah bahwa perubahan rhodopsin memainkan peran penting dalam penglihatan.
Setelah Boll, Wilhelm Kühne, seorang ahli fisiologi Jerman, mengambil alih penelitian ini. Dia melakukan serangkaian eksperimen pada hewan, mencoba menghasilkan optogram dari mata mereka dengan berbagai bahan kimia. Kühne menemukan bahwa tawas adalah bahan yang paling efektif.
Namun, kesempatan untuk menguji teknik ini pada mata manusia muncul pada tahun 1880, ketika mata Erhard Gustav Reif, yang dieksekusi dengan guillotine atas pembunuhan anak-anaknya, diambil dan dikirim ke laboratorium Kühne. Optogram yang dihasilkan tidak sempurna, tetapi sketsa yang diperoleh menunjukkan elemen-elemen yang mungkin berkaitan dengan eksekusi tersebut.
Meskipun Kühne gagal mendapatkan optogram yang tepat dari mata manusia, gagasan ini terus mempengaruhi imajinasi zaman Victoria. Polisi di berbagai negara mencoba memanfaatkannya dalam penyelidikan pembunuhan, tetapi dengan hasil yang sangat terbatas.
Optogram, sebuah gagasan yang menarik, telah berusaha mengungkap rahasia penglihatan terakhir seseorang pada saat kematian. Meskipun penelitian awal memberikan harapan, penelitian selanjutnya menghilangkan kepercayaan pada potensi optogram sebagai alat forensik yang berguna. Meskipun demikian, ide ini tetap menjadi salah satu contoh yang menarik dalam sejarah ilmu pengetahuan dan forensik, menunjukkan betapa kuatnya daya tarik manusia pada misteri visual yang terkait dengan kematian.
FAQ
Apa itu optogram?
Optogram adalah konsep yang menduga bahwa retina mata seseorang dapat merekam gambaran visual terakhir yang mereka lihat sebelum kematian.
Bagaimana optogram pertama kali ditemukan?
Konsep optogram pertama kali dikemukakan pada abad ke-17 oleh biarawan Jesuit bernama Christopher Schiener. Namun, penelitian serius dimulai setelah penemuan fotografi pada tahun 1840-an.
Apakah optogram dapat digunakan dalam penyelidikan kriminal?
Ide ini pernah dicoba dalam penyelidikan kriminal, tetapi hasilnya sangat terbatas dan kontroversial. Penelitian ilmiah serius kemudian menunjukkan bahwa optogram tidak memiliki potensi sebagai alat forensik yang berguna.
Bagaimana optogram berhubungan dengan kasus Fritz Heinrich Angerstein?
Dalam kasus ini, gambar optogram pada retina mata korban memainkan peran penting dalam membuktikan tindakan kejam Angerstein dan mengungkap kebohongan yang dia coba sampaikan.
Apakah optogram pernah digunakan dalam pengadilan?
Beberapa percobaan dilakukan untuk mengadopsi optogram sebagai bukti dalam persidangan pembunuhan, tetapi hasilnya tidak memuaskan dan tidak pernah digunakan secara efektif dalam sistem peradilan.
Siapakah tokoh-tokoh utama yang terlibat dalam penelitian optogram?
Beberapa tokoh utama dalam penelitian optogram meliputi Christopher Schiener, Franz Christian Boll, Wilhelm Kühne, dan peneliti modern seperti Evangelos Alexandridis.
Apa yang diketahui saat ini tentang kemampuan mata untuk merekam optogram?
Meskipun optogram telah menjadi bagian dari mitos dan legenda selama beberapa waktu, penelitian modern telah membuktikan bahwa ide ini tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat dan tidak dapat dianggap sebagai alat forensik yang handal.